Rabu, 29 Juni 2016
Senin, 27 Juni 2016
CATATAN SUKENI TENTANG PAGERWESI
Hari ini adalah hari ke dua ngayah di Banjar Tangtu karena pada haribuda Kliwon wuku Sinta akan di selenggarakan Piodalan ring Pura Padang Sakti, Br. Tangtu, Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur.
Pagerwesi artinya pagar dari besi. Yang
melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Hari raya Pagerwesi sering
diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa
Bali disebut magehang awak.
Hari Raya Pagerwesi jatuh pada Buda (Rabu), Kliwon,
Sinta. Jika diperhatikan dengan seksama, ada kaitan langsung dengan Hari Raya
Saraswati yang jatuh pada Saniscara (Sabtu), Umanis, Watugunung. Dalam
sistim kalender wuku yang berlaku di Bali, wuku Watugunung adalah urutan wuku
yang terakhir dari 30 wuku yang ada, sedangkan wuku Sinta adalah wuku dalam
urutan pertama atau awal dari suatu siklus wuku.
Sebagaimana telah disebutkan dalam
lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon Shinta merupakan
hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal ini
mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya
sebagai guru sejati. Makna yang lebih dalam terkandung pada kemahakuasaan
Sanghyang Widhi sebagai pencipta, pemelihara, dan pemusnah, atau dikenal dengan
Uttpti, Stiti, dan Pralina atau dalam aksara suci disebut: Ang, Ung, Mang.
Saraswati yang jatuh pada hari terakhir
dari wuku terakhir diperingati dan dirayakan sebagai anugerah Sanghyang Widhi
kepada umat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi, diartikan
sebagai pembekalan yang tak ternilai harganya bagi umat manusia untuk kehidupan
baru pada era berikutnya yang dimulai pada wuku Sinta.
Suasana Mejaitan di BR. Tangtu, Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur |
Dengan demikian rangkaian hari-hari dari
Saraswati sampai Pagerwesi, mengandung makna sebagai berikut:
1. Setelah Saraswati, besoknya pada hari Minggu, adalah hari Banyupinaruh, di mana pada hari itu umat Hindu
di Bali melakukan pensucian diri dengan mandi di laut atau di kolam mata
air. Pada saat ini dipanjatkan permohonan semoga ilmu pengetahuan yang
sudah dianugerahkan oleh Sanghyang Widhi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
mulia bagi kesejahteraan umat manusia di dunia dan terjalinnya keharmonisan
Trihita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta.
2. Kemudian pada hari
Senin disebut hari Somaribek, yang dimaknai sebagai hari di mana Sanghyang
Widhi melimpahkan anugerah berupa kesuburan tanah dan hasil panen yang cukup
untuk menunjang kehidupan manusia.
3. Selanjutnya pada hari
Selasa, disebut Sabuh Mas, yang juga tidak lepas kaitannya dengan Saraswati, di
mana umat manusia akan menerima pahala dan rezeki berupa pemenuhan kebutuhan
hidup lainnya, bila mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi di jalan
dharma. Pada hari itu umat Hindu di Bali memuja Sanghyang Widhi dalam
manifestasi sebagai Mahadewa.
4. Hari raya Pagerwesi pada hari Rabu, yang dapat diartikan sebagai suatu pegangan hidup yang kuat bagaikan
suatu pagar dari besi yang menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sudah digunakan dalam fungsi kesucian, dapat dipelihara, dan dijaga agar selalu
menjadi pedoman bagi kehidupan umat manusia selamanya.
Catatan tentang Pagerwesi
Pada hari raya Pagerwesi adalah hari
yang paling baik mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati .
Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan “pager besi” untuk melindungi
hidup kita di dunia ini. Inti dari perayaan Pagerwesi itu adalah
memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri,
menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus
menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau sebagai guru sejati dapat
mengisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.
Dayu Galuh, Nyonya Suarsa, Gek dan Kasihati dapat tugas buat sampian gantung-gantung angeng |
Suryani, I Luh, Yasni dapat tugas buat sampian gantung-gantungan alit |
Langganan:
Postingan (Atom)