Selasa, 15 November 2011

Panca Sradha









Panca SradhaTiap agama dilandasi dengan keyakinan, di mana dalam agama Hindu dikenal dengan istilah Sradha. Ada lima keyakinan yang disebut Panca Sradha yang mendasari segala aspek kehidupan bagi umat Hindu.
1
2
3
4
5

Brahman (Keyakinan terhadap Tuhan)
1
Agama Hindu mendidik umatnya untuk yakin akan adanya kemahaagungan Sang Hyang Widhi Wasa. Tuhan merupakan sumber segala yang ada di alam ini baik yang tampak nyata maupun yang abstrak (sekala - niskala).
  • Tuhan berada di mana- mana dan mengatasi segala keadaan, ada tanpa diadakan atau ada karena mengadakan dirinya sendiri (Wibhu Sakti),
  • Maha Pencipta (Krya Sakti), dan maha mengetahui segala- galanya (Jnana Sakti).
  • Brahman adalah Maha Esa, oleh karena itu agama Hindu adalah Monotheisme.
Dalam menguasai alam semesta Tuhan Yang Maha Esa dikenal dalam berbagai manifestasi sesuai fungsi dan kemahakuasaan- Nya dalam nama "Dewa" (Dewa berasal dari kata Sanskerta DIW- Sinar).

Reg Weda Mandala I Sukta 164, mantra 46:

EKAM SAT WIPRA BAHUDA WADANTI, AGNIM YAMAM MATARISWANAM.
Tuhan itu hanya satu adanya, oleh para Resi disebutkan dengan berbagai nama seperti: AGNI, YAMA, MATARISWAN.
Upanishad IV.2.1.

EKAM EWA ADWITYAM BRAHMAN
Tuhan itu hanya satu tidak ada duanya.
Narayana Upanishad.

NARAYANAD NA DWITYO 'ASTI KASCIT.
Narayana tidak ada dua- Nya yang hamba hormati.


Banyak gelar lagi yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai:
  • Sang Hyang Parameswara (Raja Termulia),
  • Parama Wisesa (Maha Kuasa),
  • Jagad Karana (Pencipta Alam) dan lain- lainnya.
  • Sebagai Pencipta Ia bergelar Brahma (Utpati),
  • sebagai Pemelihara dan Pelindung (Sthiti) Ia disebut Wisnu dan
  • dalam fungsi atau kekuasaan- Nya mengembalikan segala isi alam ini kepada sumber asalnya (pralina) Ia bergelar Siwa.
Dalam ketiga gelar perwujudan inilah Ia disebut Tri Murti.

2
SIFAT - SIFAT TUHAN

Di dalam kitab Wrhaspatitattwa terdapat keterangan tentang sifat- sifat Tuhan yang disebut Asta Sakti atau Astaiswarya yang artinya delapan sifat kemahakuasaan Tuhan.

Wrhaspatitattwa sloka 14:
Anima laghimascaiwa mahima praptirewaca prakamyan ca isitwam ca wasistwam yatrakama wasa yitwam
1
Hana Anima ngaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Anima
"Anu" yang berarti "atom". Anima dari Astaiswarya, ialah sifat yang halus bagaikan kehalusan atom yang dimiliki oleh Sang Hyang Widhi Wasa.
2
hana Laghimangaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Laghima
Laghima berasal dari kata "Laghu" yang artinya ringan. Laghima berarti sifat- Nya yang amat ringan lebih ringan dari ether.
3
hana Mahimangaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Mahima
Mahima berasal dari kata "Maha" yang berarti Maha Besar, di sini berarti Sang Hyang Widhi Wasa meliputi semua tempat. Tidak ada tempat yang kosong (hampa) bagi- Nya, semua ruang angkasa dipenuhi.
4
hana Prapti ngaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Prapti
Prapti berasal dari "Prapta" yang artinya tercapai. Prapti berarti segala tempat tercapai oleh- Nya, ke mana Ia hendak pergi di sana Ia telah ada.
5
hana Prakamyangaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Prakamya
Prakamya berasal dari kata "Pra Kama" berarti segala kehendak- Nya selalu terlaksana atau terjadi.
6
hana Isitwa ngaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Isitwa
Isitwa berasal dari kata "Isa" yang berarti raja, Isitwa berarti merajai segala- galanya, dalam segala hal paling utama.
7
hana Wasitwangaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Wasitwa
Wasitwa berasal dari kata "Wasa" yang berarti menguasai dan mengatasi. Wasitwa artinya paling berkuasa.
8
hanaYatrakamawasayitwangaranya
Kesaktian Tuhan yang disebut Yatrakamawasayitwa
Yatrakamawasayitwa berarti tidak ada yang dapat menentang kehendak dan kodrat- Nya.

Kedelapan sifat keagungan Sang Hyang Widhi Wasa ini, disimbulkan dengan singgasana teratai (padmasana) yang berdaun bunga delapan helai (astadala). Singgasana teratai adalah lambang kemahakuasaan- Nya dan daun bunga teratai sejumlah delapan helai itu adalah lambang delapan sifat agung/ kemahakuasaan (Astaiswarya) yang menguasai dan mengatur alam semesta dan makhluk semua.

Atman (Keyakinan terhadap Atman)

Atman adalah merupakan percikan- percikan kecil (halus) dari Brahman/ Sang Hyang Widhi Wasa yang berada di dalam setiap makhluk hidup. Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman yaitu yang menghidupkan manusia. Hubungan atman dengan badan ini ibarat bola lampu dengan listrik. Bola lampu tidak akan menyala tanpa listrik, demikian pula badan jasmani takkan hidup tanpa atman.

Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini). Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman. Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada atman, mata tak dapat melihat bila tak ada atman, kulit tak dapat merasakan bila tak ada atman. Atman itu berasal dari Sang Hyang Widhi Wasa, bagaikan matahari dengan sinarnya. Sang Hyang Widhi Wasa sebagai matahari dan atma- atma sebagai sinar- Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.
Sifat- sifat Atman.

Di dalam kitab Bhagavad-Gita terdapat penjelasan tentang sifat- sifat atma. Secara singkat sifat- sifat atma itu sebagai berikut:

Achedya
tak terlukai oleh senjata

Adahya
tak terbakar oleh api

Akledya
tak terkeringkan oleh angin

Acesyah
tak terbasahkan oleh air

Nitya
abadi

Sarwagatah
di mana- mana ada

Sthanu
tak berpindah- pindah

Acala
tak bergerak

Sanatana
selalu sama

Awyakta
tak dilahirkan

Acintya
tak terpikirkan

Awikara
tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.


Bhagavad-Gita II sloka 23, 24, dan 25 menyebutkan:
Sloka
Artinya:
nai'nam chhindanti sastrani
na chai'nam kledayanty apo
na soshayati marutah
Senjata tidak dapat melukai Dia
dan api tidak bisa membakar- Nya
angin tidak dapat mengeringkan Dia
dan air tidak bisa membasahi- Nya
Achedyo 'yam adahyo 'yam
akledya 'soshya eva cha
nityah sarwagatah sthanur
achalo 'yam sanatanah
Dia tidak dapat dilukai, dibakar
juga tidak dikeringkan dan dibasahi
Dia adalah abadi, tiada berubah
tiada bergerak, tetap selama- lamanya.
Awyakto 'yam achintyo 'yam
Awikaryo 'yam uchyate
tasmad ewam widitasi 'nam
na 'nusochitum arhasi.
Dia dikatakan tidak termanifestasikan
tidak dapat dipikirkan, tidak berubah- ubah
dan mengetahui halnya demikian
engkau hendaknya jangan berduka.


Perkataan Dia dan Nya dalam sloka ini sama dengan atma. Jadi atma itu dikatakan mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak terpikirkan. Oleh karenanya atma itu tidak dapat menjadi subyek maupun obyek dan tindakan atau pekerjaan. Dengan perkataan lain atma itu tidak terkena oleh akibat perubahan- perubahan yang dialami pikiran, hidup, dan badan jasmani. Semua bentuk ini bisa berubah, datang, dan pergi, tetapi atma itu tetap langgeng untuk selamanya.

Karmaphala (Keyakinan terhadap hukum Karma).

Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan seseorang.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:
1
Sancita Karmaphala
Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2
Prarabda Karmaphala
Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
3
Kriyamana Karmaphala
Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.

Dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang diterimanya. Dalam pustaka- pustaka dan ceritera- ceritera keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.

Surga dan Neraka.

Menurut ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan perantaraan para Maha Resi, maka segala baik buruk kegiatan (subha karma atau asubha karma) akan membawa akibat tidak saja di dalam hidup sekarang ini tetapi juga di akhirat (Surga dan neraka). Setelah atma (roh) dengan suksma sarira (badan astral) terpisah dari stula sarira (badan wadag) dan membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan datang (Punarbhawa), maka atma bersama dengan suksma sariranya bersenyawa lagi dengan stula sarira. Sang Hyang Widhi Wasa menghukumnya dengan hukum yang bersendikan Dharma. Dan Dia akan merahmati atma seseorang yang berjasa dan yang melakukan amal kebajikan yang suci (subha karma) dan Diapun akan mengampuni atma seseorang yang pernah berbuat dosa, bila ia tobat dan tawakal serta tidak akan melakukan dosa lagi.
Tuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (pelindung Agung Hukum Keadilan) yang selalu menjatuhi hukuman kepada atma yang tiada henti- hentinya melakukan kejahatan atau dosa dan memasukkannya ke dalam neraka.
Di sini atma itu menerima hasil perbuatannya berupa neraka. Adapun penjelmaan atma semacam ini adalah sangat nista dan derajatnya pun semakin merosot, jika ia selalu berbuat jahat.

PUNARBHAWA / SAMSARA (Keyakinan terhadap penjelmaan kembali).
Kata punarbhawa terdiri dari dua kata Sanskerta yaitu "punar" (lagi) dan "bhawa" (menjelma). Jadi Punarbhawa ialah keyakinan terhadap kelahiran yang berulang- ulang yang disebut juga penitisan atau samsara. Dalam Pustaka suci Weda tersebut dinyatakan bahwa penjelmaan jiwatman berulang- ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut samsara. Kelahirannya yang berulang- ulang ini membawa akibat suka dan duka.

Punarbhawa atau samsara terjadi oleh karena jiwatman masih dipengaruhi oleh Wisaya dan Awidya sehingga kematiannya akan diikuti oleh kelahiran kembali.

Dalam Bhagavad-Gita Sang Krisna berkata:
Wahai Arjuna, kamu dan Aku telah lahir berulang- ulang sebelum ini, hanya Aku yang tahu sedangkan kamu tidak, kelahiran sudah tentu akan diikuti oleh kematian dan kematian akan diikuti oleh kelahiran.

Segala perbuatan ini menyebabkan adanya bekas (wasana) pada jiwatma. Bekas- bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam- macam, jika yang melekat bekas- bekas keduniawian maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal- hal keduniawian sehingga jiwatman itu lahir kembali.


MOKSA (Keyakinan terhadap bersatunya Atman dengan Brahman).
Tujuan hidup umat Hindu ialah mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin (moksartham jagadhita). Kebahagiaan batin yang tertinggi ialah bersatunya Atman dengan Brahman yang disebut Moksa. Moksa atau mukti atau nirwana berarti kebebasan, kemerdekaan atau terlepas dari ikatan karma, kelahiran, kematian, dan belenggu maya/ penderitaan hidup keduniawian. Moksa adalah tujuan terakhir bagi umat Hindu. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari- hari secara baik dan benar, misalnya dengan menjalankan sembahyang batin dengan menetapkan cipta (Dharana), memusatkan cipta (Dhyana) dan mengheningkan cipta (Semadhi), manusia berangsur- angsur akan dapat mencapai tujuan hidupnya yang tertinggi ialah bebas dari segala ikatan keduniawian, untuk mencapai bersatunya Atman dengan Brahman.
Bhagavad-Gita VII. 19:
Artinya:
Bahunam janmanam ante
jnnanawan mam prapadyate
Wasudewah sarwam iti
sa mahatma sudurlabhah.
Pada akhir dari banyak kelahiran orang yang bijaksana menuju kepada Aku, karena mengetahui bahwa Tuhan adalah semuanya yang ada.
Kebebasan yang sulit dicapai banyak makhluk akan lahir dan mati. serta hidup kembali tanpa kemauannya sendiri. Akan tetapi masih ada satu yang tak tampak dan kekal, tiada binasa dikala semua makhluk binasa. Nah, yang tak tampak dan kekal itulah harus menjadi tujuan utama supaya tidak lagi mengalami penjelmaan ke dunia, tetapi mencapai tempat Brahman yang tertinggi. 

Jika kita selalu ingat kepada Brahman, berbuat demi Brahman maka tak usah disangsikan lagi kita akan kembali kepada Brahman. Untuk mencapai ini orang harus selalu berusaha, berbuat baik sesuai dengan ajaran agamanya. Kitab suci telah menunjukkan bagaimana caranya orang melaksanakan pelepasan dirinya dari ikatan maya agar akhirnya Atman dapat bersatu dengan Brahman (suka tan pawali duka), sehingga penderitaan dapat dikikis habis dan tidak lagi menjelma ke dunia ini sebagai hukuman, tetapi sebagai penolong sesama manusia, sebagai AWATARA.